It’s not only a bunch of flower. It is also a full handed of love. |
Tampak beberapa orang tengah berbincang di depan ruang
sidang kampusku dengan bouquet-bouquet
bunga yang indah dan berwarna-warni di tangan mereka. Bukan, bouquet itu bukan untukku dan mereka pun
bukan sedang menungguku meski aku juga tengah melaksanakan sidang tugas akhir
hari ini. Mungkin mereka sedang menunggu orang lain yang kebetulan jadwal
sidangnya sama denganku.
“Ah, betapa bahagianya jika banyak teman-teman datang
dan membawakan bouquet bunga di hari aku sidang”, batinku dengan mata yang
menerawang jauh entah kemana. Mungkin ke masa lalu. Andaian-andaian memang
selalu menjadi celah yang syaitan tidak pernah terlewat untuk memanfaatkannya. Daripada
menyesali masa lalu, aku hanya menghela nafas, beristighfar..
Seperti yang ingin kukatakan, aku menempuh waktu yang
cukup lama untuk menyelesaikan kuliah sarjanaku. Bila dibanding dengan teman
seangkatanku lainnya, boleh dibilang aku “terlambat lulus”. Banyak hal yang
menjadi penyebabnya, salah satunya adalah karena aku sakit dan harus cuti
kuliah. Aku terkena maag cukup parah sehingga harus opname beberapa hari di rumah sakit. Setelah keluar opname, tubuhku tak secara langsung
dapat pulih kembali sehingga aku membutuhkan waktu cukup lama untuk
beristirahat termasuk mengisitirahatkan pikiran dari pelajaran dan tugas-tugas
kuliah yang cukup berat.
Aku memulai kuliahku kembali di semester 7 yang
ternyata tidaklah semudah yang kubayangkan. Aku tertinggal oleh teman
seangkatanku sehingga aku harus mengambil pelajaran kuliah bersama angkatan
dibawahku yang hampir tak seorangpun kukenal diantara mereka. Cukup sulit
beradaptasi lagi setelah sekian lama tidak ke kampus. Tampak asing dan terasa
ada yang ganjil. Ditambah lagi datang musibah-musibah lain yang tak bisa
kuceritakan detailnya. Musibah-musibah tersebut seolah bertubi-tubi dan tiada
habisnya.
Satu waktu aku merasa selalu bersemangat dengan
menganggap bahwa semua ini adalah ujian yang harus aku hadapi agar aku “naik
kelas”. Tapi tak jarang semangatku pun melemah dan aku merasa ujian ini sudah
di batas kemampuanku. Hidupku yang tampak berjalan baik-baik saja sesungguhnya
tidak sedang baik-baik saja. Hal itu membuatku terus-menerus berintrospeksi. Apakah
mungkin pola hidup yang kujalani selama ini belum sehat? Ataukah mungkin ibadah
yang kulakukan selama ini belum benar? Bahkan beberapa waktu terakhir muncul
pertanyaan dalam hatiku, mungkinkah di masa lalu aku pernah melakukan dosa
besar sehingga aku sedang mendapatkan ganjarannya sekarang? Entahlah. Hanya
saja sebuah hadits terus terngiang dikepalaku, yang mana dikatakan bahwa musibah
datang tidak lain adalah karena dosa dan kesalahan terdahulu.
Ya Rabb, bantu aku memaafkan seseorang yang sering berbuat dzalim kepadaku, dia adalah diriku sendiri.
Jika berbicara tentang hijrah, aku bisa katakan bahwa
aku pernah melalui hijah pertamaku. Aku yang saat SMA dulu memakai jilbab hanya
di sekolah, semenjak kuliah telah kukenakan setiap hari dan kemanapun aku pergi.
Jilbabku menutup dada, aku memakai rok panjang dan pakaian longgar. Tentang
ibadah, aku menjalankan shalat wajib 5 waktu, aku mengaji Al-Qur’an setiap
hari. Aku telah menjadi seseorang yang lebih baik dengan berhijrah dibanding
saat aku SMA dulu. Setidaknya aku kini adalah diriku yang mulai berusaha
menjaga agar selalu melaksanakan apa-apa yang Dia perintahkan dan menjauhi
segala yang Dia larang.
Aku telah menjalani pola hidup yang sehat. Aku
berusaha taat dalam ibadah dan istiqomah. Aku mengingat-ingat berbagai dosa
masa lalu dan beristighfar atas dosa yang mampu kuingat maupun yang tak mampu
kuingat. Namun ujian terus saja datang sehingga aku berfikir mungkinkah tanpa
sengaja aku telah melakukan dosa yang sulit diampuni. Barangkali tanpa sengaja
aku telah menyinggung hati orang lain, atau memakan hak orang lain, atau tak
menunaikan hak orang lain atas diriku? Dan berbagai pertanyaan lain yang terus
saja muncul. Hingga satu waktu aku teringat pada seorang guru ngajiku. Akupun
lantas menghubungi beliau dan bertanya tentang kebimbangan karena ujian-ujian
yang menimpaku ini.
Aku menceritakan semuanya dan berkata bahwa aku telah
berusaha bertaubat dan beristighfar. Namun entah bagaimana hatiku terasa belum
mantap dan masih ada rasa takut akan azab Allah jika ternyata dahulu aku pernah
melakukan dosa tanpa sengaja dan dosa tersebut merupakan dosa yang sulit
diampuni. Dan barangkali karena itulah saat ini ujian datang padaku silih
berganti.
Rasa was-was dan ragu hinggap selama aku menunggu
jawaban dari guruku. Antara ingin mendengar dan tidak mendengarnya. Aku takut
mendengar jawaban yang tak ingin kudengar. Tapi bagaimanapun aku harus
mendengar jawaban guruku demi meluruskan kebimbanganku ini.
Pelan guruku berkata, “Rasa takut dari murka Allah itu
jangan pernah dihilangkan, setiap muslim memang harusnya memiliki perasaan
tersebut di setiap keadaan. Karena takwa terbagi menjadi dua; yang pertama
adalah rasa takut, dan yang kedua adalah selalu berharap kepada-Nya. Tinggal
harapanmu kepada Allah itu jangan pernah nanggung. Kau berharap maaf dari Allah
dengan husnudzon Allah telah
mengabulkan semua harapan tersebut, seimbangkanlah keduanya takutmu dan harapanmu,
insyaAllah kau akan menjadi orang yang bertakwa kepada-Nya.”
Bak menemukan oase di tengah gurun pasir Sahara.
Hatiku tersiram oleh sejuknya jawaban dari guruku. Aku mulai memahami bahwa
hijrahku barangkali memang tak boleh hanya berhenti disini, di hijrah
pertamaku. Bukankah pada dasarnya setiap muslim itu harus berhijrah setiap
hari? Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok haruslah lebih
baik dari hari ini.
Aku tersadar dari lamunanku. Masih dengan pakaian
putih hitam khas baju sidang mahasiswa.
“Alhamdulillah untuk hari ini...”,
ucapku dalam hati.
Aku bersyukur atas izin Allah karena aku telah sampai pada
tahap ini. Meski tak bisa dipungkiri aku memiliki kekhawatiran akan masa depan
yang entah akan seperti apa. Aku hanya mencoba memantapkan hati bahwa hijrah
kedua adalah jalan yang harus aku tempuh. Hijrah yang tentu akan lebih berat
dari hijrah pertamaku dulu. Barangkali saja, esok atau lusa aku akan menemukan
taqwa sebagai jawaban dari perjalananku. Dan apalah yang sesungguhnya dilihat
oleh Allah dari hamba-Nya di dunia ini melainkan hanya dari ketaqwaannya? Maka
semoga aku akan sampai pada ketaqwaanku.
Sahabat Saliha, bila saat ini kau juga sedang
mengalami berbagai musibah dan ujian, yang entah seberat apa, yang entah akan
sebentar atau berlangsung dalam waktu yang lama, maka semoga engkau juga
bersabar. Maka semoga kesabaran itu juga yang kan menuntunmu menjadi muslimah
yang bertaqwa. Semoga keraguan atas rahmat dan ampunan Allah tak pernah hinggap
di hati kita. Dan semoga setiap kisah yang kita lalui dengan mengangumkan akan
selalu menjadi cerita inspiratif bagi generasi kita. Dan selalu ingatlah sabda
dari junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam ini,
“Ada hamba-hamba yang memiliki kedudukan di surga, tetapi amalannya tidak cukup untuk mengantarkannya kesana, maka Allah senantiasa memberinya ujian kesusahan hingga ia mencapai kedudukan itu” (HR Ibnu Hibban dalam shahihnya)
0 comments:
Posting Komentar